Disampaikan pada homili ibadat keluarga 2 tahun ( pendhak ii) peringatan wafatnya Bapak Tarcisius Soehardjo pada 13 Februari 2021.
Malam hari ini kita telah mendengar dari bacaan Injil, bahwa Yesus menjanjikan pada kita untuk menyediakan tempat di rumah Bapa-Nya, bagi Bapak Tarcisius dan kita yang percaya kepada Yesus dan melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Bdk Yoh 14:2-3
Sebelum wafat, Yesus berkata pada Petrus bahwa Yesus akan mendirikan Gerejanya atau persekutuan umat beriman di atas batu karang Petrus, dan alam maut tidak akan mengalahkannya.
Kami bersyukur bahwa melalui kedua orang tua kami, Bapak Tarcisius Soehardjo dan Ibu Lusia Soelartinah, Yesus Kristus telah memanggil kami putera-putrinya menjadi anggota Gereja yang didirikan oleh Yesus sendiri yaitu Gereja Katolik.
Melalui Bapak dan Ibu, kami mengenal Yesus Juru Selamat kita. Bapak dan Ibu sebagai pasangan suami-isteri yang dipersatukan oleh sakramen perkawinan telah memenuhi janji dan panggilan perkawinan Katolik, yaitu mendidik kami anak-anak nya secara Katolik.
Kami mengalami dan melihat bagaimana ayah kami Bapak Tarcisius Soehardjo telah memberi teladan pada kami anak-anaknya untuk hidup menurut ajaran iman Katolik. Satu per satu kami bisa menerima sakramen-sakramen melalui tahapan yang baik ketika genap waktunya.
Bapak Tarcisius Soehardjo di masa hidupnya, Ia sebagai seorang ayah Katolik, telah memberi contoh bagi kami anak-anaknya, tentang bagaimana menjadi garam dan terang dunia. Sekitar tahun 1960- 1970 an, Bapak Tarcisius Soehardjo sebagai seorang ayah muda telah aktif di perjuangan politik Katolik dan pendidikan kaum muda Katolik di kota Sukabumi. Beliau memberi contoh kepada anak-anak tentang memperjuangkan nilai-nilai, inspirasi dan aspirasi Katolik di tengah-tengah masyarakat yang majemuk di kota Sukabumi. Karena perannya sebagai politisi Partai Katolik, Bapak Tarcisius Soehardjo saat itu, telah berani membela dan menyelamatkan banyak umat Katolik di Sukabumi yang terancam hidupnya karena terjebak dan difitnah sebagai terlibat melawan ideologi negara.
Bapak Tarcisius Soehardjo juga mengajarkan kepada kami dan memberi contoh bagaimana kami bisa menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia dan seratus persen orang Jawa. Bapak Tarcisius Soehardjo bersama Ibu Lusia Soelartinah selalu mengajarkan bahwa kami harus bisa mengungkapkan iman kita dalam laku tradisional jawa dan keselarasan ajaran moralnya. Hal ini sangat mengesan kepada kami. Kami bisa mengerti bagaimana semangat Injil dan Kristiani diungkapkan dalam dalam budi pekerti tradisional Jawa.
Bapak Tarcisius Soehardjo memiliki semangat dan kecintaan pada dunia pendidikan. Panggilan hidupnya adalah ingin membentuk karakter yang bermartabat pada para anak didiknya. Sejak muda hingga pensiunnya Bapak Tarcisius Soehardjo mengabdikan diri dalam pendidikan dan pengembangan kaum muda yang majemuk dan kader Katolik.
Demikian juga dalam karirnya sebagai guru di sekolah menengah atas. Terdorong oleh imannya sebagai orang katolik, Bapak Tarcisius menunjukkan cinta dan tanggung jawabnya pada masa depan dan kebahagiaan anak-anak didiknya. Jauh setelah pensiun bahkan hingga akhir hayatnya, Bapak Tarcisius Soehardjo masih dikenang, dikunjungi dan dicintai oleh murid-muridnya. Bapak bahagia melihat murid-muridnya menjadi orang-orang penting dan berjasa bagi negara. Itulah suatu ketulusan yang mengalir dari hati Bapak yang dipenuhi oleh Kasih Kristus.
Dengan kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang ayah dan suami, Bapak telah menjadi teladan kepala keluarga, suami dan ayah katolik yang mengandalkan Yesus di dalam hidupnya. Kami ingat saat-saat kesulitan ekonomi untuk membesarkan dan menyekolahkan kami anak-2nya, Bapak dan Ibu kami mengorbankan banyak kesenangan dirinya demi keberhasilan anak-anaknya, walaupun tidak sedikit godaan untuk menjadi kaya secara materi ketika menjadi kepala sekolah. Bapak bersama Ibu memilih hidup jujur dengan berjualan berbagai makanan dan minuman tradisional untuk mencukupi pembiayaan pendidikan anak-anaknya. Bapak Tarcisius Soehardjo telah berani dan setia mengandalkan TUHAN karena imannya.
Bapak selalu penuh keprihatinan dan perhatian untuk mendampingi keluarga anak-anaknya yang sedang kesusahan dan mengalami krisis-krisis di dalam keluarganya. Dengan bertekun di dalam doa Bapak Tarcisius mendampingi, satu per satu anak-anak nya yang sedang menghadapi krisis. Bapak Tarcisius menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam mengajarkan untuk setia berdoa, membaca kitab suci, aktif di dalam Gereja dan mengandalkan TUHAN di dalam pergumulan keluarga. Dengan penuh iman Bapak menerima kehendak Allah pada hidup keluarganya
Di masa tua nya Bapak menjadi teladan bagi kami tentang arti perkawinan katolik sebagai panggilan kudus, yaitu tetap setia mencintai pasangannya dalam untung dan malang. Tiga tahun lebih, Bapak dengan setia dan tabah merawat ibu yang sakit di tempat tidur. Bapak merawat dan melayani segala keperluan ibu dengan penuh kesabaran. Kesabaran dan kesetiaan merawat ibu sebagai wujud imannya yang mau bersatu dengan penderitaan Tuhan Yesus yang memanggul salib karena cinta-Nya. Dengan penuh iman dan mengandalkan penyelenggaraan ilahi, Bapak merawat ibu hingga ibu dipanggil Tuhan.
Kami percaya, Bapak telah mengakhiri pertandingan yang baik, Bapak telah mencapai garis akhir dan Bapak telah memelihara iman di dalam Yesus Kristus, TUHAN dan Juru Selamatnya.
(Bdk : “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” 2 TIMOTIUS 4:7)
Setelah Bapak Tarcisius Soehardjo dan Ibu Lusia Sulartinah tiada, kami anak-anaknya menjadi semakin mengerti tindakan cinta kasih, teladan dan pendidikan iman katolik yang diberikan oleh Bapak dan Ibu. Kami anak-anaknya menjadi semakin merasa rindu dan berhutang pada Bapak dan Ibu.
Iman Katolik itulah warisan yang paling berharga yang kami terima dari kedua Bapak dan Ibu, dan kami sungguh bersyukur karena Bapak dan Ibu kami telah menjadi tanda kehadiran TUHAN dalam hidup kami anak-anaknya.
Adik-adikku semua, sebagaimana dikatakan dalam Kitab Ulangan 5:16: “Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Pesan Bapak terakhir pada anak-cucunya adalah ” Mikul dhuwur Mendhem jero “. Yang artinya : Menjunjung tinggi dan mengingat semua teladan, ajaran serta perilaku yang baik dari para orang-tua Kita dan mengubur dalam-dalam atau memaafkan serta tidak membicarakan lagi keburukan atau kesalahan para orang-tua Kita. Demikian lah agar kita hidup damai sejahtera, penuh sukacita dan diberkati TUHAN.
Demikianlah Bapak Tarcisius Soehardjo, Bapak kami, telah menjadi teladan umat beriman bagi kami anak-anak dan cucu-cucunya.
Dengan rahmat dan belas kasih Allah, kami mohon pada Allah agar Bapak Tarcisius Soehardjo bisa menikmati janji Kristus dan menjadi layak untuk memandang wajah Allah serta mendapat tempat yang telah disediakan Yesus di rumah Bapa-Nya di surga. Amin.
Karena itulah kami percaya Bapak Tarcisius telah hidup sesuai iman Katolik. Beliau percaya sungguh bahwa Yesus adalah Allah dan Juru Selamatnya.
Referensi Kitab Suci
“Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”
YOHANES 14:2
“Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.”
YOHANES 14:3